Bocah itu menjadi pembicaraan dikampung Ketapang.
Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung. Ia menggoda anak-anak
sebayanya, menggoda anak-anak remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang tua.
Hal ini bagi orang kampung sungguh menyebalkan.
Yah, bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana
kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat
menyala. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan
air dan butiran-butiran es yang melekat diplastik es tersebut.
Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila
orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa! Tapi ini justru terjadi
ditengah hari pada bulan puasa! Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar
dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang
melihatnya.
Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa,
karena kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu ada, matahari dikampung
itu lebih terik dari biasanya. Luqman mendapat laporan dari orang-orang kampong
mengenai bocah itu.
Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu
menyodor-nyodorkan dan memperagakan bagaimana dengan nikmatnya ia mencicipi es
kelapa dan roti isi daging tersebut. Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu
kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan. Setiap dilarang, bocah
itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang menyeramkan.
Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.
Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah
itu. Kata orang kampung, belakangan ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan
muncul secara misterius.
Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang
sama dengan hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es kelapa dan roti
isi daging yang sama juga! Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi.
Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es
kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah, tanda
ingin meminum es itu juga.
Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma,ya itu
tadi,bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan
matanya akan keluar. "Bismillah.. ." ucap Luqman dengan kembali
mencengkeram lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya.
Ia berpikir,kalau memang bocah itu bocah
jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini. Kalau memang bocah
itu "bocah beneran" pun, ia juga akan cari keterangan, siapa dan dari
mana sesungguhnya bocah itu.
Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi
mendadak menuruti tarikan tangan Luqman. Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret
dengan halus bocah itu, dan membawanya ke rumah. Gerakan Luqman diikuti dengan
tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang yang melihatnya.
"Ada apa Tuan melarang saya meminum es
kelapa dan menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?"
tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman, seakan-akan tahu bahwa Luqman akan
bertanya tentang kelakuannya.
Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.
"Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa," jawab Luqman
dengan halus,"apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa?
Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan
tingkahmu itu.."
Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan
uneg-unegnya, mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman
selesai. Ia menatap Luqman lebih tajam lagi.
"Itu kan yang kalian lakukan juga kepada
kami semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang
saya..?!
Kalian selalu
mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup
dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa? Bukankah kalian
yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta
sebanyak-banyaknya dan melupakan kami?
Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan
melupakan kami yang sedang menangis? Bukankah kalian yang selalu berobat mahal
bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang
mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal..?!
Bukankah juga di bulan puasa ini hanya
pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus? Ketika bedug
maghrib bertalu, ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan
kalian...!?"
Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi
kesempatan pada Luqman untuk menyela. Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau
tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar "sangat" menusuk, kini
ia bersuara lirih, mengiba.
"Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa
ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran
memang tak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa
sepanjang siang saja.
Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang
di sekeliling Tuan lah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar
biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri?
Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan
dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa
ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan 'Idul
Fithri?
Tuan.., sebelas bulan kalian semua tertawa di
saat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang
seadanya pula. Tuan.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda
kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan ramadhan ini. Apa yang
telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil
seperti kami...!
Tuan.., sadarkah Tuan akan ketidak abadian
harta? Lalu kenapakah kalian masih saja mendekap harta secara berlebih? Tuan..,
sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang sekeliling Tuan tertawa
sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?
Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di
sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan
maksiat.. Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa? Tuan.., jangan
merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi.
Tuan..., jangan merasa perut kan tetap kenyang
lantaran masih tersimpan pangan 'tuk setahun, jangan pernah merasa matahari
tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak...."
Wuahh..., entahlah apa yang ada di kepala dan
hati Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulut bocah kecil itu
tanpa bisa dihentikan.
Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah
tersebut adalah benar adanya! Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah
ini bukanlah bocah sembarangan. Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu,
bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang dibuatnya
terbengong-bengong.
Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang
bak ditelan bumi. Begitu sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah hingga ke
tepian jalan raya kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang
bisa dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu.
Ditengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya
semua orang di ujung jalan, tapi semuanya menggeleng bingung. Bahkan,
orang-orang yang menunggu penasaran didepan rumahnya pun mengaku tidak melihat
bocah itu keluar dari rumah Luqman!
Bocah itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia
malah menghilang! Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, balik ke
rumah. Ia ambil sajadah, sujud dan bersyukur.
Meski peristiwa tadi irrasional, tidak masuk
akal, tapi ia mau meyakini bagian yang masuk akal saja. Bahwa memang betul
adanya apa yang dikatakan bocah misterius tadi.
Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga,
betapa kita sering melupakan orang yang seharusnya kita ingat.. Yaitu mereka
yang tidak berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki
penghidupan yang layak.
Bocah tadi juga memberikan Luqman pelajaran
bahwa seharusnya mereka yang sedang berada diatas, yang sedang mendapatkan
karunia Allah, jangan sekali-kali menggoda orang kecil, orang bawah, dengan
berjalan membusungkan dada dan mempertontonkan kemewahan yang berlebihan.
Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan
terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya
sedang membungkuk menahan lapar. Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah
memberikannya hikmah yang luar biasa. Luqman tidak mau menjadi bagian yang
Allah sebut mati mata hatinya.
Mari bersama untuk merenungkan cerita ini bahwa
sebenarnya harta itu hanya titipan Allah SWT dan di dalam rezeki kita ada hak
orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar